Penulis : Achmanto Mendatu
Sebuah kasus
Tahun 1993 salah seorang teman saya, Andi (bukan nama sebenarnya), bunuh diri dengan menenggak racun serangga. Usianya masih 12 tahun saat itu. Masih sangat muda. Ketika pertama kali mendengarnya, saya nyaris tak bisa percaya kalau Andi yang melakukannya.
Di antara teman-teman sekelas kami, ia termasuk anak yang populer. Ia ramah, suka melucu, pintar (rangkingnya selalu 5 besar di kelas), pandai bermain bola, pandai bermain sepak takraw, dan suka membawakan kami buah-buahan dari kebun. Saya baru benar-benar mempercayainya setelah kami semua, teman sekelasnya, diundang datang ke pemakamannya.
Di antara teman-teman sekelas kami, ia termasuk anak yang populer. Ia ramah, suka melucu, pintar (rangkingnya selalu 5 besar di kelas), pandai bermain bola, pandai bermain sepak takraw, dan suka membawakan kami buah-buahan dari kebun. Saya baru benar-benar mempercayainya setelah kami semua, teman sekelasnya, diundang datang ke pemakamannya.
Saat pemakaman itulah saya banyak mendengar ternyata saat di rumah ia berkebalikan dengan di sekolah. Andi pendiam dan kurang banyak bicara. Kata teman-teman ia sering dimarahi orangtuanya, bahkan sering dipukuli memakai rotan. Bila pulang sekolah telat dari biasanya, ia akan dimarahi. Demikian juga bila sedikit terlalu lama mengerjakan tugas yang diberikan padanya, ia pasti akan menerima pukulan rotan.
Menurut tetangganya, beberapa jam sebelum bunuh diri ia dihajar bapaknya. Tangisnya meraung-raung menandakan ia sangat kesakitan. Setelah itu ia tidak diperbolehkan keluar rumah. Masih menurut tetangganya, Andi dikunci di dalam rumah sementara bapak, ibu, dan adiknya pergi ke gereja. Isunya, akibat hajaran itu, Andi bahkan sampai tidak dapat berjalan.
Menjelang magrib Andi bertandang ke rumah pamannya, yang tinggal di sebelah rumah.. Ia bertanya apakah sang paman memiliki Tiodan. Pamannya menjawab tidak ada karena memang tidak punya. Sang paman menambahkan kalau bapaknya punya dan ditaruh di kandang kambing. Saat ditanya untuk apa, Andi bilang untuk meracun ikan. Di tempat kami, tiodan memang salah satu obat untuk meracun ikan yang paling populer, meskipun sesungguhnya ia digunakan untuk menyemprot hama yang menyerang tanaman kedelai.
Keesokan pagi, Andi ditemui sudah meninggal dengan muka membiru dan mulut mengeluarkan busa. Di sampingnya ditemukan tiodan milik bapaknya yang diambil dari kandang kambing.
Faktor Penyebab
Tidak mudah untuk menentukan apa yang telah menyebabkan Andi bunuh diri. Informasi yang ada begitu terbatas karena hanya mengandalkan ingatan. Selain itu informasinya sendiri sangat tidak lengkap. Akan tetapi, mengira-ngira faktor apa yang bisa menyebabkan bunuh diri tidaklah sulit. Mengingat hampir semua jenis bunuh diri memiliki faktor penyebab yang itu-itu juga.
Seingat saya, saat itu semua orang di desa saya menyalahkan sang bapak yang bertindak terlalu keras terhadap Andi. Jadi, faktor penyebab bunuh diri Andi adalah tindakan keras bapaknya yang melebihi batas toleransi. Agaknya masyarakat memang tepat mendiagnosa demikian.
Andi sering mengalami perlakuan keras dan kasar dari bapaknya, dari sekedar dimaki sampai dipukul memakai rotan. Hari itu, ia mungkin dihajar sampai tak tahan lagi ditanggungnya, karenanya ia memutuskan untuk bunuh diri. Andi mengalami keadaan psikologis yang sakit yang tidak dapat ditolerir. Hal ini disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikis dimana ia merasa tidak mendapat perhatian dan hanya mendapatkan perlakuan kekerasan. Mungkin saja, pemikiran bunuh diri telah berkali-kali muncul dalam pikiran Andi, namun berbagai pertimbangan membatalkan niatnya tersebut. Sampai akhirnya dia merasa tak tahan lagi, maka bunuh diri pun dilakukan.
Secara garis besar terdapat enam alasan yang melatarbelakangi tindakan bunuh diri pada remaja:
- Change: Tindakan bunuh diri diambil untuk melarikan diri dari masalah yang sedang dialaminya.
- Choice: Bunuh diri dianggap sebagai sebuah pilihan. Apabila tidak ada lagi jalan yang bisa mereka temui.
- Control: Bunuh diri digunakan untuk menghentikan perangai seseorang, mengendalikan dan mengubah diri sendiri atau orang lain.
- Self Punishment: Bunuh diri dilakukan sebagai bentuk penebus kesalahan yang telah dilakukan. Mereka menganggap bahwa hukuman yang pantas untuk kesalahan yang mereka lakukan adalah mati.
- Punish Others: Bunuh diri bertujuan untuk menghukum orang lain yang dianggap bertanggung jawab, bisa jadi merupakan salah satu bentuk balas dendam.
- Psychotic Illness: bunuh diri di dorong oleh bayangan atau dorongan aneh yang muncul dalam jiwanya sebagai akibat dari terganggunya kesehatan mental.
Dalam kasus Andi, tampaknya tindakan bunuh diri yang dilakukan dilatarbelakangi alasan change, control, dan punish others. Mungkin Andi ingin keluar dari masalah, ingin menghentikan perangai bapaknya, atau untuk menghukum sang bapak agar sang bapak merasa bersalah karena telah begitu kejam terhadapnya.
Bila mendasarkan pada pembedaan jenis bunuh diri dari Shneidman (dalam Comer, 1992), apa yang dilakukan Andi termasuk death initiators atau dead darers. Pada death inisiators pelaku mempunyai maksud yang jelas untuk bunuh diri. Mereka yakin bahwa sebentar lagi mereka akan mati, untuk menghindari penderitaan mereka memilih untuk mempercepat kematiannya dengan bunuh diri. Sedangkan pada dead darers pelaku bunuh diri yang masuk dalam kategori ini masih memiliki pertentangan dalam dirinya apakah akan melakukan bunuh diri atau tidak. Mereka melakukan usaha bunuh diri sebagai suatu upaya untuk menarik perhatian, membuat orang lain merasa bersalah, dan untuk mengekspresikan kemarahannya.
Faktor Risiko
Sekitar setahun setelah Andi bunuh diri, ibunya ke rumah saya dan bercerita pada ibu saya bahwa ia setuju saja dengan tindakan suaminya untuk menghukum Andi. Hal itu dinilainya sebagai tindakan pendisiplinan, karena menurutnya Andi sangat nakal. Ia baru menyadari bahwa hal itu salah setelah Andi bunuh diri. Demikian juga saudara-saudara bapaknya tidak ada yang berani mengingatkan karena bapak Andi terhitung dituakan. Tampak jelas bahwa tidak ada pihak keluarga yang berupaya untuk mencoba mencegah terjadinya bunuh diri pada Andi. Barangkali hal itu karena ketidaktahuan bahwa tindakan kekerasan terhadap anak, dengan alasan apapun, mempertinggi kemungkinan anak untuk melakukan bunuh diri.
Berbagai faktor turut menyumbang terhadap terjadinya bunuh diri pada Andi. Faktor risiko itu disumbangkan pihak keluarga dan lingkungan. Pihak keluarga bisa dianggap sebagai penyumbang terbesar. Pertama, pihak keluarga tidak mencegah terjadinya kekerasan terhadap Andi, meskipun itu selalu terulang. Bahkan, kekerasan terhadap Andi oleh ayahnya diamini oleh ibunya. Kedua, karena kekerasan di legitimasi akibatnya tidak ada perlindungan emosional yang diberikan setelah terjadinya kekerasan. Andi dibiarkan dengan pikiran-pikiran kalutnya sendiri. Ketiga, pihak keluarga tidak menyediakan tempat untuk berbagi pikiran dan perasaan bagi Andi. Berbagai kesalahan yang dilakukan (kesalahan menurut bapaknya) tidak memperoleh feedback yang memadai, yang didapat adalah kekerasan baik secara verbal maupun fisik sekecil apapun kesalahannya.
Faktor lingkungan turut menyumbang terjadinya bunuh diri atas beberapa alasan. Pertama, lingkungan tetangga yang notabene masih saudara, tidak berupaya mencegah terjadinya kekerasan, dan tidak pula memberikan perlindungan emosional setelah Andi mengalami kekerasan. Kedua, Ketidakjelian melihat kemungkinan-kemungkinan Andi melakukan bunuh diri, sehingga pamannya enteng saja menjawab keberadaan obat Tiodan yang dimiliki bapak Andi. Ketiga, adanya modeling yang disediakan melalui berbagai kejadian bunuh diri sebelumnya. Pada tahun 1993 itu, hanya dalam waktu kurang lebih 5 bulan (seingat saya, sebelum dan sesudahnya belum dan tidak pernah terjadi lagi), terjadi 5 tindakan bunuh diri. Bunuh diri yang dilakukan Andi terjadi paling belakangan.
Faktor Proteksi
Pihak-pihak yang berperanan sebagai penyumbang risiko terhadap terjadinya bunuh diri juga berperanan sebagai proteksi. Pihak keluarga, lingkungan dan sekolah bisa memainkan peranan yang mencegah terjadinya bunuh diri. Pihak keluarga memainkan peranan penting dalam hal ini. Pertama, memberikan perlindungan emosional setelah anak mengalami kejadian tidak mengenakkan. Kedua, memahami kemungkinan-kemungkinan terjadinya tindakan bunuh diri, sehingga kalau terlihat indikasinya lekas dilakukan upaya pencegahan. Ketiga, keluarga menyediakan tempat untuk berbagi perasaan dan pikiran di antara anggota-anggotanya. Sehingga ketika kalut, seseorang tahu ke mana harus berbagi. Keempat, ajaran dan nilai yang ditanamkan terhadap anak akan turut menentukan terhadap kemungkinan tindakan bunuh diri yang dilakukan anak. Bila anak kemudian menjadi religius misalnya, maka kemungkinan bunuh dirinya mengecil. Pikiran-pikiran untuk bunuh diri dikalahkan oleh pikiran akan dosa dan semacamnya.
Lingkungan sosial dengan cara yang kurang lebih sama bisa memproteksi anak dari tindakan bunuh diri. Lingkungan perkawanan yang hangat, dimana anak diterima oleh lingkungan akan membuat anak merasa nyaman dengan hidupnya. Pikiran untuk bunuh diri susah muncul bila selalu memiliki kawan-kawan yang akrab dan dekat. Umumnya bunuh diri memang dilakukan oleh orang-orang yang kesepian dalam hidupnya. Norma dan nilai yang sangat mengutuk tindakan bunuh diri juga merupakan faktor yang menunjang dalam upaya proteksi. Perasaan malu bila memiliki pikiran bunuh diri akan mengusir jauh-jauh pikiran itu dari benak anak-anak remaja.
Sekolah yang menyenangkan bagi siswa dan tidak terlalu membebani merupakan protektor yang baik terhadap kemungkinan bunuh diri. Berbagai kegiatan positif yang membuat siswa bergembira akan membuat siswa terserap dalam kegiatan sekolah dan tidak sempat memikirkan hal-hal negatif. Kalaupun mengalami kekerasan seperti Andi, adanya kegiatan sekolah yang menyenangkan bisa merupakan pencegah timbulnya pikiran-pikiran untuk bunuh diri yang lebih lanjut.
Prevensi
Berbagai tindakan bisa dilakukan dalam upaya mencegah terjadinya bunuh diri, minimal untuk mengurangi kemungkinannya. Tindakan pencegahan itu bisa dilakukan baik oleh pihak keluarga, lingkungan sosial, dan sekolah.
Pihak Keluarga
Berbagai upaya pencegahan bunuh diri bisa dilakukan oleh pihak keluarga. Upaya pencegahan itu dimaksudkan untuk meningkatkan faktor proteksi. Beberapa tindakan itu di antaranya:
- Mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak
- Membangun hubungan yang positif di dalam rumah dimana rumah diciptakan sebagai tempat untuk saling berbagi di antara anggota keluarga, Membangun kecerdasan emosional anak, dan
- Menanamkan pendidikan moral dan agama yang sebaik-baiknya.
Lingkungan
Lingkungan jelas merupakan determinan penting dalam upaya prevensi. Beberapa hal yang semestinya disediakan lingkungan untuk mencegah terjadinya bunuh diri:
- Adanya tekanan sosial terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
- Tidak memberitakan secara berlebihan tentang kejadian bunuh diri agar tidak menjadi model bagi remaja.
- Menciptakan kegiatan yang positif di dalam lingkungan untuk para remaja.
Sekolah
Sekolah mencegah melalui berbagi program monitoring terhadap keadaan siswa. Bila siswa mengalami penurunan prestasi, terlihat mengalami depresi dan semacamnya, yang mengindikasikan adanya kemungkinan bunuh diri, pihak sekolah perlu melakukan tindakan yang cepat dan segera untuk mencegah. Misalnya berkonsultasi dengan pihak keluarga, melakukan bimbingan dan konseling, dan sebagainya.
Hal yang tidak kurang pentingnya dalam upaya mencegah adalah menciptakan sekolah yang menyenangkan dan menggembirakan. Tapi lebih dari itu, pendidikan yang meningkatkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual harus diperkuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar